Lekak junjung sorge sebuah ungkapan yang tidak asing di kalangan masyarakat Sasak. Dalam kebiasaan masyarakat suku lain di Indonesia, mungkin diungkapkan dengan istilah yang berbeda. Ungkapan ini secara sederhana bermakna berbohong demi kebaikan. Pada generasi masyarakat terdahulu, banyak praktik yang dilakukan menggunakan ungkapan tersebut sebagai dalil pembenaran. Karena bagaimanapun juga berbohong ya tetap saja bohong, perbuatan keliru yang sebisa mungkin dihindari. Karena surga yang mulia (seperti ungkapan para muballigh/ustadz) tidak akan mungkin diisi dengan hal yang tidak baik.
Dalam kehidupan bermasyarakat 10-20 tahun yang lalu (menurut penuturan emaq saya) melakukan praktik ini adalah biasa-biasa saja, tanpa mempertimbangkan akan menjadi kebiasaan yang tidak biasa pada akhirnya. Dari tingkatan paling atas sampai ranah paling bawah dalam mayarakat, sebut saja ranah keluarga. Secara berjamaah maupun secara sendiri-sendiri, ungkapan ini menjadi praktik yang diterima mentah-mentah tanpa ada proses analisis yang jeli. Sehingga pada akhirnya hal ini seolah dipercaya bukan lagi menjadi sebuah keburukan sikap.
Saya jadi ingat sebuah cerita di jaman Rasulullah Muhammad SAW. tentang seorang pemuda buruk sifat yang ingin ber-Islam dengan benar, hanya saja dia tidak mampu meninggalkan kebiasaan maksiatnya. Pada akhirnya Rasullullah hanya memberikan sebuah syarat sederhana yang disanggupi pemuda itu. Dia hanya dituntut untuk berkata JUJUR. Sampai pada akhirnya pemuda tersebut menjadi muslim yang baik dan taat. Kemudian saya bertanya darimana pasal tentang bohong dan surga itu memiliki hubungan yang baik-baik saja. Kalaupun ada dalil yang menguatkannya, maka tidak bisa di-jeneralisir dalam semua aspek kehidupan seperti banyak praktik yang kita dengar dan lihat akhir-akhir ini. Demi kepentingan tertentu banyak yang membolak-balikkan fakta dengan alasan demi kemaslahatan, demi bangsa dan negara, demi rakyat dan demi-demi yang yang lain, yang akhirnya demikianlah jadinya.
Dalam kehidupan organisasi keluargapun, banyak orang yang melakukan kebohongan-kebohongan terhadap pasangannya atau anggota keluarganya. Suami kepada istri dan anak-anaknya, istri kepada suami dan anak-anaknya, orangtua kepada anak-anaknya, bahkan anak kepada orangtuanya. Semua dengan dalih agar kehidupan menjadi aman damai sentosa. Contoh sederhanya adalah, kebohongan ayah atau suami yang belum makan, mengaku sudah makan karena tidak cukupnya kebutuhan makan bagi keluarga. Begitu juga dengan kebohogan ibu atau istri meskipun bekerja di rumah sepanjang hari, mengaku tidak lelah hanya untuk bercengkrama dengan keluarga. Kemudian kebohongan anak kepada orangtua, mengaku tidak butuh apapun, seperti kebutuhan kebanyakan anak-anak untuk bermain, hanya untuk membantu orangtuanya mencukupi kebutuhan keluarga yang bukan menjadi tanggung jawabnya, dan banyak lagi kebohongan lainnya.
Dalam sebuah keluarga, istri mungkin merupakan jenis pembohong yang paling ulung. Salah satu penyebanya adalah budaya patriarki, di mana sistem sosial menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasan utama, memiliki otoritas dan dominasi yang tinggi. Meskipun budaya tersebut sudah mulai terkikis dalam kehidupan sosial yang luas, kehidupan keluarga umumnya masih menjalankannya. Bagaimanapun juga ini adalah budaya turun-temurun yang diajarkan orang-orang generasi sebelumnya.
“Perempuan itu pembohong ulung, dan kita para laki-laki (suami) rela dengan kebohongan mereka,” ucap Amaq Kayyun kepada Jariye.
“Yaok, apa maksud omongan Amaq ini?” tanya Jariye bingung.
“Banyak bohong yang dilakukannya, bahkan menjadi rutinitas dan kebiasaan akut,” jawab Amaq Kayyun dengan santai.
“Kamu pernah tanya inen katuq (baca: istri) itu? Bahagia ndak dia hidup sama kamu?” tanya Amaq Kayyun
“Pernah, dia bilang ndak bahagia,” jawab Jariye yang sering mendengar omelan istrinya yang selalu teriak-teriak ketika diberikan uang belanja seadanya.
“Hahaha…. tapi dia sama sekali ndak pernah minta dipulangkan, iyya kan.!!,” ucap Amaq Kayyun menanggapi.
Jariye mengangguk pelan dengan yakin.
“itu saja kamu ndak peka. Dia sedang berbohong biar kamu lebih giat bekerja mencari nafkah. Karena dia yakin usaha kecilmu yang tidak seberapa itu jauh lebih berharga daripada kerja membualmu dengan penghasilan berlimpah dalam khayalan,” ucap Amaq Kayyun berbusa-busa.
“Lagipula, dia ndak sibuk mengikuti pola hidup ibu-ibu sosial media yang banyak kita lihat akhir-akhir ini,” sambungnya.
“Sosialita..” ucap Jariye mengoreksi Amaq Kayyun.
“iyya, itu lah. Beda dikit aja. dan banyak lagi hal yang tidak kita sadari sebagai laki-laki,” tutupnya sambil menyulut kreteknya.
“Jadi begitu ya, Amaq,” ucap Jariye menerawang.
“iyya, jadi jangan pernah berfikir itu sinyal untuk kamu kawin lagi,” ucap Amaq Kayyun cemus.
ANANG SAFI’UDDIN
____________
Amaq : Bapak
Cemus : senyum
Foto: IG Akmal_bajangsasak
Mantap bro 👍👍👍