๐๐ข๐ฎ๐ฑ๐ช, sebagai nama hewan ternak yang berarti sapi, bisa juga dipakai untuk mengumpat, kalau sudah jengkel. ๐๐ข๐ฎ๐ฑ๐ช!โkurang lebih begitu. Seperti nama-nama hewan lainnya. Dibanding binatang lain, umpatan ๐๐ข๐ฎ๐ฑ๐ช lebih bisa ditoleransi, dibanding ๐จ๐ฐ๐ฅ๐ฆ๐ฌ, ๐ฃ๐ข๐ด๐ฐ๐ฏ๐จ, dan sahabat-sahabatnya itu. Umpatan ๐๐ข๐ฎ๐ฑ๐ช kadarnya moderat, di atas sebutan ๐ฌ๐ข๐ฎ๐ฑ๐ณ๐ฆ๐ต atau di bawah ๐จ๐ฐ๐ฅ๐ฆ๐ฌ. Tentu, ada umpatan jenis hewan yang lebih parah.
Masih kecil, aku punya paman yang punya sapi, sapi jawa, tapi bukan sapi perah. Dia punya anak angkat yatim piatu namanya Awaluddin, dipanggil ๐ฌ๐ฆ๐ธ๐ฆ๐ต karena punya bekas jahitan di dagunya. Aku dan Awal seumuran. Kalau dia pergi menyabit rumput, aku biasanya ikut, begitu juga kalau dia pergi ๐ฏ๐จ๐ข๐ณ๐ฆ๐ต. Aku suka momen-momen naik di punggung sapi.
Secara teoretis, aku paham cara ๐ฏ๐จ๐ข๐ณ๐ฆ๐ต sapi. Setidaknya, secara tradisional. Hanya perlu menjamin kebutuhan perutnya biar tidak melakukan aksi demonstrasi. Biar tidak pandai-pandai amat, aku bisa ๐ฏ๐จ๐ข๐ธ๐ช๐ด, seperti Kewet dan orang-orang lain yang punya hewan ternak. Tidak seperti kuda, sapi tak pilih-pilih makanan. Kalau kepepet, cukup pergi mencari daun turi, maka habis perkara. Itu saja. Selebihnya, menjaganya biar tidak dicuri oleh ๐ฎ๐ข๐ญ๐ช๐ฏ๐จ.
Jangan salah, di tempat tinggalku di masa kecil, orang-orang menjaga sapinya susah payah. Ada yang membuat berugak di dekat kandang sapinya. Ada pula yang punya ilmu ๐ด๐ฆ๐ฎ๐ฑ๐ถ๐ต๐ฆ๐ณ, biar pencurinya hanya ๐ฎ๐ถ๐ต๐ฆ๐ณ-๐ฎ๐ถ๐ต๐ฆ๐ณ di tempat kalau beraniย mencuri. Tapi, ada juga yang kemalingan karena maling punya ilmu ๐ด๐ฆ๐ณ๐ฆ๐ฑ, untuk mebuat tuan rumah tidur lelap, tanpa disadari hewan ternaknya dicuri.
Ada musim-musim tertentu saat ๐ฎ๐ข๐ญ๐ช๐ฏ๐จ mulai beraksi. Saat aku masih kecil, semua itu sering terjadi. Bila ๐ด๐ฑ๐ฆ๐ข๐ฌ๐ฆ๐ณ bergema tengah malam, itu bukan maklumat bangun tahajud atau bersiap salat subuh, tapi itu adalah ajakan untuk bangun mengejar ๐ฎ๐ข๐ญ๐ช๐ฏ๐จ. Siapa pun yang akan mendengar biasanya akan terbangun, dari anak-anak hingga orang tua, laki-laki maupun perempuan.
Anak-anak seperti aku pun ikut mengejar, tapi bukan untuk menangkap, hanya untuk โkegembiraanโ berlari-lari tengah malam. Ada sensasi aneh waktu itu: antara takut dan senang. Entah kenapa. Orang tua pergi mengejar dengan membawa parang, sementara anak-anak bermodal kaki, bahkan tanpa sandal jepit. Kata orang, maling tidak akan melawan anak kecil dan perempuan. Dengan modal itu, aku merasa sepertiย pendekar; seperti Barry Prima yang mengejar Advent Bangun di malam hari.
Kadang-kadang, di tengah-tengah pengejaran itu, semua orang jadi terpencar. Tiba-tiba kita sudah menemukan diri sendiri di dekat kuburan kampung. Dalam kondisi tertentu, adrenalin takut hantu, atau pocong, atau sundel bolong, hilang secara aneh dengan sensasi takut pada maling. Di hari biasa, mana ada anak kecil yang berani ke kuburan sendirian. Lewat di ๐ฃ๐ข๐ธ๐ข๐ฌ ๐ต๐ฆ๐ณ๐ฆ๐ฏ๐จ, yang terkenal ๐ด๐ช๐ฎ๐ฃ๐ช๐ต, pun takut.
Bukan hanya penduduk satu kampung yang bangun, tapi juga kampung-kampung tetangga yang lain. Bila Anda mendengar suara ๐ด๐ฑ๐ฆ๐ข๐ฌ๐ฆ๐ณ teriak maling, maka ๐ด๐ฑ๐ฆ๐ข๐ฌ๐ฆ๐ณ kampung tetangga pun akan menyambut teriak maling keras-keras. Instruksinya standar: โ๐๐ข๐จ๐ข๐ฌ ๐ต๐ช๐ฎ๐ถ๐ฌ, ๐ฃ๐ข๐ต, ๐ญ๐ข๐ถ๐ฌ, ๐ฅ๐ข๐บ๐ฆโฆ!โ. Itu diteriakkan berkali-kali.
Setelah itu, biasanya orang-orang tidak tidur sampai pagi, saling cerita, baik kalau hewannya kembali maupun tak kembali.ย Biasanya, bila malam itu hewannya tidak ketemu, maka itu berarti ๐ฆ๐ฑ๐ฆ๐ฏ ๐ฅ๐ฐ๐ฆ (yang punya hewan) akan menyerah. Jejak maling sudah hilang. Pokonya, pasrah sudah. Hanya yang ๐ต๐ฆ๐ด๐ถ๐ณ๐ข๐ฉ ๐ต๐ฆ๐จ๐ถ๐ฉย yang berani pergi mencari hewannya ke pusat perdagangan atau ke pusat kampung maling di Lombok (maaf, saya tidak mau menyebut nama, biar terhindar dari UU ITE).
Semua sensasi itu memikatku di masa kecil. Itulah sebabnya aku ingin sekali mempunyai binatang ternak. Kalau tidak sapi, minimal kambinglah. Tapi, entah kenapa orang tuaku tidak pernah mau memberikan aku satu saja hewan piaraan. Bahkan, aku tidak punya seekor ayam.
Pernah suatu kali, ada program pemerintah zaman Orde Baru, pemerintah membagikan kambing cuma-cuma untuk diternak. Aku tidak mau ketinggalan, aku ambil satu. Langsung kuikat di bawah pohon ketapang belakang rumah. Aku senang sekali. Kucarikan umpan untuk memastikan dia tidak busung lapar. Tapi, tidak sampai magrib, kambingku hilang. Kurang ajar.
Aku ingin menyeret siapa pun yang mencuri kambingku di depan mahkamah Guru Mahir, orang tuaku. Kuharap, pencurinya diberi hukuman yang setimpal, dieksekusi hari itu juga. Sebelum itu, aku lapor pada Guru Mahir, ada yang mencuri kambingku. โAku sudah kasi orang,โ kata Guru Mahir dengan tenang. Aku tak terima dan kecewa luar biasa. โAku tidak mau kamu curi rumput orang,โ kata Guru Mahir enteng. Aku langsung terdiam, bukan karena paham, tapi karena menahan amarah. Oknum yang “menghilangkan” kambingku justru ada di depan mataku. Aku tak berani melawan, apa boleh buat.
Aku pun mencoba peruntungan lain dengan memelihara burung kecial yang kucari sendiri dan kubuatkan kandang sendiri. Seperti nasib kambingku, burung kecialku pun tidak pernah kulihat bisa hidup sampai pagi, hilang, walapun aku berulang kali mencoba. Bila kutanya pada Guru Mahir, ia hanya bilang, โBurungmu dimakan kucing,โ. Karena di rumahku banyak kucing, maka alasan itu, pada waktu itu, terdengar masuk akal.
Lama-kelamaan aku pun sadar, seperti kata orang-orang, aku tidak ๐ณ๐ข๐ด๐ช๐ฌ memelihara hewan. Ya, sudah.
*
Waktu di Yogyakarta, menempuh kursus TOEFL, aku punya teman, namanya Muchlas (Muchamad Muchlas). Aku dan temanku, Fais (Faisi Ikhwali M), mamaggilnya much less. Tapi, julukan yang semua orang sekelas tahu pada Muchlas ialah, dia selalu dipanggil ๐ค๐ข๐ต๐ต๐ญ๐ฆ (binatang ternak, ing) karena ia jurusan peternakan. Tiap kali ada teks yang terkait dengan peternakan, apalagi soal sapi, dia langsung jadi sasaran ๐ฃ๐ถ๐ญ๐ญ๐บ.
Tak ada lain yang menjadi bahan perbincangannya, kecuali sapi. Cita-citanya cuma satu, ingin jadi peternak sapi yang hebat di Indonesia. Sialan, kenapa masih ada orang seperti dia. Nekadnya kelewatan, dia meninggalkan beasiswa Masternya, dan pergi belajar ternak ke New Zealand. Ampun deh.
Baru tiba di New Zealand, ia sudah sudah berlagak kayak cowboy. Jambangnya tiba-tiba terlihat seperti Surya Paloh. Tapi, bagiku tetap saja cowboy dan sapi tidak nyambung. Dia boleh menipu orang dengan tampang dibuat-buat itu, tapi bukan aku.
Lama aku tak mendengar kabarnya sejak itu, tahu-tahu dia nampang di panflet webinar, sebagai pemateri kunci. Tentu, tak jauh-jauh dari ilmu sapi perah, kupikir begitu. Ah aku tak peduli, di kepalaku aku masih berpikir, dia pasi pasti akan menggombal.
Tiap kali ada poster webinarnya, aku berpura-pura ingin sekali jadi pesertanya. Aku mengoloknya, dia pun tahu, aku mengoloknya. Dia tidak jera memamerkan panflet lain tembat ia jadi pemateri. aku pun tak jera berjanji mau ikut. Aku bohong, dia pun tahu, aku pun tahu bahwa dia tahu aku bohong. Begitu seterusnya.
*
Sudah beberapa minggu terakhir ini, mungkin sudah berbulan-bulan, aku tak menghitungnya. Tiap pagi, sore, siang, malam, aku disodori kertas dan pensil oleh anak-lelakiku yang ketiga, Jati, untuk menggambar sapi. Dia yang mewarnai. ๐๐ช๐ข๐ญ, ๐ฌ๐ฆ๐ฏ๐ข๐ฑ๐ข ๐ฉ๐ข๐ณ๐ถ๐ด ๐ด๐ข๐ฑ๐ช?
Aku capek dan jengkel, tapi aku tidak bisa menolak karena aku sudah tahu dia tidak akan berhenti merengek sampai aku mulai menggambar. Umurnya baru lima tahun, tapi kalau perintah gambar sapi perah, ia tidak bakal nyerah. Soal sapi, semangatnya melebihi ๐ฃ๐ถ๐ป๐ป๐ฆ๐ณ ๐ช๐ด๐ต๐ข๐ฏ๐ข ๐ฅ๐ช๐ฏ๐ข๐ด๐ต๐ช.
Sapinya harus sapi perah, warna loreng-loreng, yang ada susunya. Bila aku lupa menaruhkan susunya, maka dia akan memperingatkan. Bahkan, ia memperingatkan sebelum mulai menggambar, sapi yang ada susunya. Lama-lama, variasinya bertambah: sapi yang ada anaknya sambil nyusu, sapi yang ada orangnya sambil perah susunya, sapi yang ada orangnya sambil perah susu dan ada embernya. Macam-macam.
Lama-kalaman, bukan hanya aku yang jemu diteror tiap hari gambar sapi. Tapi juga ibunya. Ibunya penasaran dan bertanya, โKenapa Jati pingin digambarin sapi?โ Dia jawab, dia ingin pelihara sapi, sapi yang bisa diperah susunya. Seiring dengan itu, permintaannya mulai bertambah, selain digambarkan sapi, dia ingin dibelikan sapi. Dia mulai merengek setiap hari.
Seperi biasa, ia mulai meneror, tiap bangun pagi ia minta ingin dibelikan sapi, tapi sapi perah.
โBagaimana cara Jati kasi makan sapinya nanti?โ tanya ibunya.
โMakanan sapi jerami,โ kata jawab Jati.
โDari mana Jati bisa ambil jerami?โ tanya ibunya.
Dia terdiam, lalu dengan cepat menjawab, โSapi bisa makan rumput.โ
โBagaimna cara Jati cari rumput?โ kejar ibunya.
Dia kembali terdiam, lalu dengan cepat menjawab, โBisa sapi minum air saja.โ
*
Terdesak oleh permintaan Jati setiap hari, suatu hari aku mengajaknya berunding, untuk mencapai kesepakatan. Aku bersikap sepertiย DJoko Tjandra yang berupaya mengecoh aparat, mencari celah sebisanya. Setelah bernegosiasi, ia pun menurunkan permintaannya, โBagaimana kalau Jati dibelikan burung saja?โ katanya.
Aku bukan tak mau membelikannya burung, tapi aku ingat Guru Mahir, kakek Jati. Ia akan marah kalau aku memberikan Jati memelihara burung. Menurut pandangan Guru Mahir, memelihara burung itu sama dengan menyiksa burung. Burung ingin terbang bebas, seperti kita ingin berjalan ke sana ke mari.
Hari-hari berikutnya, perundingan masih berlanjut. Aku tawarkan untuk membuatkan kolam ikan saja. Akhirnya ia pun sepakat. Aku mulai mencari bahan-bahan dan membeli peralatan seadanya. Aku langsung merekrutnya jadi tenaga kerja ๐ฐ๐ถ๐ต๐ด๐ฐ๐ถ๐ณ๐ค๐ช๐ฏ๐จ.
Satu dua hari ia sangat gembira meladeni, menyiram adonan pasir, sampai mengangkut batu-bata. Lama-kelamaan, ia berubah jadi mandor. Main perintah. Ia mengerahkan semua teman-temannya, bukan untuk membantu, tapi untuk bermain di kolam yang belum jadi. Batu-bata pun mulai disabotase, dijadikan rumah-rumahan.
Tidak hanya itu, ia mengambil topiku yang masih digantung, yang satu ia pakai sendiri, yang lain ia berikan ke temannya. Lalu, mereka buat rumah-rumahan sendiri. Seolah mengerti ๐๐ฎ๐ฏ๐ช๐ฃ๐ถ๐ด ๐๐ข๐ธ, ia melawan seperti sarikat pekerja, menolak mentah-mentah apa yang diperintah. Ia seperti paham cara orang merebut alat produksi.
Berminggu-minggu aku mengeluarkan bakat terpendamku sebagai tukang, hanya untuk buat kolam ikan. Namun, aku mulai curiga, Jati mulai tidak senang. Sebab, bila kolamnya jadi, ia harus segera mengubur impiannya punya sapi. Ia tidak kehabisan akal. Pada malam hari, entah bagaimana ia punya ide, โKita biarin aja ikannya mati nanti, ya?โ katanya. Emang kenapa? Aku bertanya. โKita ganti pakai sapi,โ jawabnya. ๐๐ฏ๐ข๐ฌ ๐ด๐ข๐ฎ๐ฑ๐ช…!!! AHMAD SIRRULHAQ
๐จ๐ฐ๐ฅ๐ฆ๐ฌ: ๐ฎ๐ฐ๐ฏ๐บ๐ฆ๐ต
๐ฃ๐ข๐ด๐ฐ๐ฏ๐จ : ๐ข๐ฏ๐ซ๐ช๐ฏ๐จ
๐ฌ๐ฆ๐ธ๐ฆ๐ตย : ๐ฃ๐ฆ๐ฌ๐ข๐ด ๐ญ๐ถ๐ฌ๐ข ๐บ๐ข๐ฏ๐จ ๐ฎ๐ถ๐ฏ๐ค๐ถ๐ญ ๐ฅ๐ช ๐ฌ๐ถ๐ญ๐ช๐ต
๐ฏ๐จ๐ข๐ณ๐ฆ๐ต : ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐จ๐จ๐ฆ๐ฎ๐ฃ๐ข๐ญ๐ข
๐ฏ๐จ๐ข๐ธ๐ช๐ด : ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐ค๐ข๐ฃ๐ช๐ต (๐ณ๐ถ๐ฎ๐ฑ๐ถ๐ต)
๐ฎ๐ข๐ญ๐ช๐ฏ๐จ : ๐ฑ๐ฆ๐ฏ๐ค๐ถ๐ณ๐ช
๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ถ๐จ๐ข๐ฌ : ๐ฃ๐ข๐ฏ๐จ๐ถ๐ฏ๐ข๐ฏ ๐ฌ๐ฉ๐ข๐ด ๐๐ฐ๐ฎ๐ฃ๐ฐ๐ฌ (๐บ๐ข๐ฏ๐จ ๐ฅ๐ถ๐ญ๐ถ๐ฏ๐บ๐ขย ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ฃ๐ฆ๐ฏ๐ต๐ถ๐ฌ ๐ญ๐ช๐ฎ๐ฃ๐ถ๐ฏ๐จ ๐ฅ๐ช๐ฑ๐ข๐ฌ๐ข๐ช ๐ถ๐ฏ๐ต๐ถ๐ฌ ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐บ๐ช๐ฎ๐ฑ๐ข๐ฏ ๐ฑ๐ข๐ฅ๐ช)
๐ด๐ฆ๐ฎ๐ฑ๐ถ๐ต๐ฆ๐ณ : ๐ฏ๐ข๐ฎ๐ข ๐ฎ๐ข๐ฏ๐ต๐ณ๐ข ๐ถ๐ฏ๐ต๐ถ๐ฌ ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐ข๐ฌ๐ญ๐ถ๐ฌ๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ฑ๐ฆ๐ฏ๐ค๐ถ๐ณ๐ช
๐ด๐ฆ๐ณ๐ฆ๐ฑ : ๐ฎ๐ข๐ฏ๐ต๐ณ๐ข ๐ถ๐ฏ๐ต๐ถ๐ฌ ๐ฎ๐ฆ๐ฎ๐ฃ๐ถ๐ข๐ต ๐ฐ๐ณ๐ข๐ฏ๐จ ๐ต๐ฆ๐ณ๐ต๐ถ๐ฅ๐ถ๐ณ ๐ฅ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ข๐ฏ ๐ด๐ข๐ฏ๐จ๐ข๐ต ๐ฑ๐ถ๐ญ๐ข๐ด
๐ฃ๐ข๐ธ๐ข๐ฌ ๐ต๐ฆ๐ณ๐ฆ๐ฏ๐จ : ๐ฃ๐ข๐ธ๐ข๐ฉ ๐ฃ๐ข๐ฎ๐ฃ๐ถ
๐ด๐ช๐ฎ๐ฃ๐ช๐ต : ๐ข๐ฏ๐จ๐ฌ๐ฆ๐ณ
๐๐ข๐จ๐ข๐ฌ ๐ต๐ช๐ฎ๐ถ๐ฌ, ๐ฃ๐ข๐ต, ๐ญ๐ข๐ถ๐ฌ, ๐ฅ๐ข๐บ๐ฆโฆย : ๐ซ๐ข๐จ๐ข ๐ต๐ช๐ฎ๐ถ๐ณ, ๐ฃ๐ข๐ณ๐ข๐ต, ๐ด๐ฆ๐ญ๐ข๐ต๐ข๐ฏ, ๐ถ๐ต๐ข๐ณ๐ข
๐ต๐ฆ๐ด๐ถ๐ณ๐ข๐ฉ ๐ต๐ฆ๐จ๐ถ๐ฉ : ๐ฅ๐ช๐ฌ๐ฆ๐ฏ๐ข๐ญ ๐ฑ๐ถ๐ฏ๐บ๐ข ๐ช๐ญ๐ฎ๐ถ ๐ฌ๐ฆ๐ฃ๐ข๐ญ
๐ณ๐ข๐ด๐ช๐ฌ : ๐ต๐ช๐ฑ๐ฆ ๐ฐ๐ณ๐ข๐ฏ๐จ ๐บ๐ข๐ฏ๐จ ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ถ๐ฏ๐ต๐ถ๐ฏ๐จ ๐ถ๐ฏ๐ต๐ถ๐ฌ ๐ด๐ถ๐ข๐ต๐ถ ๐ฑ๐ฆ๐ฌ๐ฆ๐ณ๐ซ๐ข๐ข๐ฏ ๐ต๐ฆ๐ณ๐ต๐ฆ๐ฏ๐ต๐ถ
Catatan:
Artikel ini sudah tayang di akun Facebook Ahmad Sirrulhaq pada 22 Juli 2020
pemuatannya sudah seizin penulisnya.